Sekilas Dermagraphic dari Skin Writer

“Kamu kena ulat bulu?”
“Kenapa merah-merah gitu? Gatel-gatel?”
“Na, dahimu bentol. Kebentur?”
“Biduran?”
“Lu alergi?”

Dan seribu satu pertanyaan semacam itu pernah saya terima dari orang-orang di sekitar saya ketika mereka melihat bilur, bentol, atau ruam merah di kulit saya. Dulu, saya akan jawab dengan panjang lebar penuh rasa bangga bahwa kulit saya memang sedikit berbeda, sekaligus menunjukkannya pada mereka. OK, sekarang pun kadang saya masih melakukan itu. Tapi akhir-akhir ini lebih seringnya saya hanya tersenyum menyakinkan penanya bahwa saya baik-baik saja, dan menjelaskan kalau kulit saya memang sedikit lebih sensitive dengan gesekan/goresan.
Saya lupa kapan tepatnya menyadari bahwa kondisi kulit saya sedikit berbeda dengan orang lain. Waktu SD mungkin. Karena saya ingat saya sering iseng menggores-gores tangan saya dengan stik penunjuk yang biasa dipakai untuk membaca Al-Quran ketika ngaji. Untuk pamer ke teman-teman tentu saja. Di antara kami, hanya saya yang bisa mengukir nama dengan bentolan di tangan. Dimaklumi saja, namanya juga anak-anak.
Baru beberapa tahun belakangan saya tahu bahwa ternyata saya tidak se-special itu. Ya menurut lo Na….
Dermagraphic atau dermographic atau skin writing. Begitulah dunia menyebut alergi kulit satu ini. Dialami 4-5% populasi di dunia, jenis alergi ini tidak terlalu popular di Indonesia. Dari mana saya tahu? Ya karena sampai detik ini, belum pernah ada orang yang pertama kali melihat ruam di kulit saya dan berkata “Kulitnya dermagraphic ya?” :\
Dermagraphic ini adalah alergi terhadap gesekan atau goresan. Bahkan simply sebuah tekanan ringan bisa mencetuskan alergi ini. Dan seperti kebanyakan alergi lain, alergi ini belum ada obatnya. Obat yang ada paling hanya untuk meredakan gejala yang muncul. Satu-satunya yang bisa dilakukan ya menghindari penyebabnya. Menghindari gesekan. Ya..ya..ya..itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan tentu saja.
Gesekan di sini bisa berupa apa saja. Sebuah gesekan kecil ketika sedang memakai baju saja bisa membuat garis kemerahan di kulit saya. Jangan tanya kalau sudah berupa goresan. Tidak jarang ada baret-baret merah panjang di garis rambut saya setelah menyisir rambut. Atau, silakan bayangkan bagaimana kalau saya menggunakan body scrub. Dan itu juga alasan kenapa saya tidak pernah memakai gelang atau kalung, selain kenyataan bahwa saya memang ga punya kalung atau gelang tentu saja.
Selain beberapa penyebab yang tidak disengaja, kasus-kasus yang parah biasanya memang karena sengaja saya garuk. Pernah merasa randomly gatal di kulit kan? Gatal yang ga jelas penyebabnya? Gatal yang ilang sendiri seperti datangnya? Nah, pada kasus saya, kalau gatal itu saya garuk, maka bekas garukan akan menyebabkan gatal yang lebih parah, akibatnya saya akan menggaruk lebih keras, dan berakhirlah dengan lingkaran setan kalau saya tidak berhenti menggaruk. Biasanya gatal-gatal random begini sering muncul kalau kulit saya kering, entah karena udara dingin atau memang lagi pengen kering aja, seperti kasus demam tinggi kemarin. Jadi sepertinya saya tahu kenapa kulit saya tiba-tiba gatel dan swollen waktudemam 2 bulan lalu, walaupun ga menjawab pertanyaan kenapa saya demam.
Tidak hanya ruam merah dan bentol, meskipun jarang, terkadang gejala yang muncul juga disertai dengan rasa hangat dan pedih. Untungnya, itu hanya pada kasus parah. Seringnya si, saya bahkan ga sadar ada bentol-bentol atau bilur-bilur aneh di kulit saya. Rata-rata, pada kasus ringan, gejala akan menghilang dengan sendirinya sekitar 20-30 menit setelah gesekan terakhir.
Pada kasus saya, meskipun semua permukaan kulit sama-sama allergic (sampai telapak kaki bahkan), tapi tingkat kesensitifannya beda-beda. Kulit muka (untungnya) termasuk yang tidak terlalu sensitif. In term tidak terlalu mencolok lah ya kalau habis melakukan aktifitas yang melibatkan gesekan di sekitar muka, facial misalnya (ga usah mikir yang iya-iya).
Terus kalau yang paling sensitif? Ah, ndak usah dibahas di sini juga si kalau yang itu. Japri aja lah ya… :\
 ***