Jujur saya bingung ketika beberapa waktu lalu seorang teman meminta saya memotret dia dan tunangannya. Kebetulan teman saya ini memang akan menikah dalam waktu dekat. Ya, singkat kata, saya didaulat untuk menjadi pre wedding photographer mereka (Kaga salah Non?). Tentu saja bukan saya sendiri, seorang teman lagi juga mendapatkan tugas yang sama. Tujuannya si saya rasa biar kami bisa saling membackup kalau-kalau salah satu dari kami ada yang baterainya habis, memory cardnya penuh, atau lensanya ketinggalan (Kami? Elu aja kali Na…!!). Idenya di sini adalah casual pre wedding, yang artinya mereka akan memakai outfit sehari-hari, tidak terlalu serius, dan mereka tetap akan punya satu lagi session pre wedding serius dengan outfit serius dan photographer serius (Oh thanks God, they’re not completely mental, dengan menyerahkan event sekali seumur hidup mereka ke kami berdua saja).
Meskipun temanya casual tapi tetap saja membuat saya bingung luar dalam. Grogi cynn… Apalagi sampai seminggu sebelum hari H belum ada ide. Jangankan ide, tempat foto saja belum terlintas. Sampai akhirnya H-3, dari hasil brainstorming saya dan seorang teman tercetuslah ide tentang balon. Yak, balon warna-warni pasti akan jadi pemanis sempurna untuk outfit hitam-putih yang mereka persiapkan. Saya bahkan sudah membayangkan post editing untuk membuat foto dengan kesan retro. Atau simply mereka duduk di rerumputan dengan tebaran balon di sekelilingnya. Cantik dan ceria pastinya.
Sepulang dari ngobrol-ngobrol itu, saya dengan semangat ’45 mampir ke warung 24 jam dekat rumah. Di salah satu sudut yang sepertinya memang dikhususkan untuk property pesta saya menemukan balon-balon warna-warni. Dengan masih semangat yang sama (maju dikit ke ’66 deh), begitu sampai di kamar saya tiup salah satu balon berwarna ungu. But wait, sepertinya ada yang salah. Kok kecil? Lonjong panjang? Transparan? Perlu meniup satu balon lagi untuk meyakinkan saya bahwa saya benar-benar telah salah memilih balon Saudara-Saudara! *Plak* Bukannya bulat seksi lucu warna-warni, setelah ditiup itu balon lebih mirip pepaya malnutrition salah cat. Seorang teman bahkan dengan tertawa ala setannya bertanya “Lu yakin yang lu beli itu balon?”. Of course lah. Lagian masa iya gue ga bisa ngebedain antara balon dengan kond… *ah sudahlah…*
Balon?
Putus asa dengan balon, kami akhirnya end up dengan property berupa setumpuk buku (akhirnya koleksi Inheritance Cycle saya keluar juga dari kantong plastiknya). Sebenarnya sempat terlontar tema piknik, namun tidak terlaksana mengingat property yang dibutuhkan cukup ribet dan mahal (ya iya lah…mo beli keranjang piknik aja di Zara, kaga sekalian nyari tiker di Miu-Miu?).Dan hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Eh, kok tiba-tiba keinget sama Sanggar Cerita yang popular waktu SD, si narrator sering bilang seperti itu kemudian diikuti lagu sebelum masuk ke percakapan para tokoh (ketahuan deh SDnya tahun berapa..). OK, focus Na. Kembali ke urusan foto session. Pukul 7.30 setelah semua orang berkumpul, pertanyaan pertama adalah “Where’re we going?”, easy answer, breakfast of course. After that? Dunno. J
Karena kebetulan tempat makan pagi cukup dekat dengan Singapore Botanic Garden, maka suara bulat memutuskan bahwa tujuan pertama adalah mengunjungi taman seluas 74 hektar ini. Satu setengah jam terbang begitu saja selama di Botanic, padahal kami hanya sempat mengunjungi taman bonsai, kaktus, ginger, dan swan lake.
Tujuan berikutnya adalah National Museum of Singapore dan Fort Canning Park, dengan pertimbangan bahwa 2 tempat ini back-to-back. Tidak diduga mencari tempat parkir hari itu di Fort Canning lebih susah daripada mencari BBM subsidi pas malam kenaikan harga. Tidak banyak foto di National Museum karena tidak ada seorang pun dari kami yang mau repot-repot melalukan registrasi. Sedangkan di Fort Canning Park, ide saya untuk menggunakan beberapa makam kuno dengan konsep gothic gagal karena ternyata ada acara di sana. Menjelang sore, setelah makan siang, mampir ke Koi untuk segelas bubble tea, kami menuju Changi Village, tepatnya di Boardwalk. Dan tepat sampai di sana, matahari yang tadinya bersinar cantik tiba-tiba hilang begitu saja di balik awan kelabu. Yak, mengejar sunset memang urusan rejeki, tapi sepertinya rejeki sunset memang tidak pernah saya dapatkan di kota ini.
Anyway, yah...silakan dinikmati seadanya sambil dimaklumi bahwa tukang fotonya masih sangat amatir.