Jelas, dalam hidup ada
banyak hal yang lebih menjengkelkan dari pada buffering video di internet yang
putus-putus. Tapi untuk saya beberapa minggu belakangan ini, hampir tiap malam
ada kejengkelan tambahan. Ya itu tadi, laptop saya satu-satunya mendadak
ngambek tiap kali buffering video streaming. Video apapun. Entah itu Youtube,
TV online, streaming movie, you name it. Sebetulnya sindrom-sindrom lemot dan
loading lama itu sudah cukup lama saya tengarai. Hanya saja karena biasanya
sindrom itu hanya terjadi setelah pukul 11 malam, which saya pikir karena kondisi
bandwidth jaringan, jadi saya cuek saja. Sekalian juga saya anggap itu sebagai
sinyal bahwa sudah waktunya saya tidur.
Belakangan, sindrom itu semakin
menjadi. Bukan hanya setelah jam 11 malam, namun terjadi setiap saat setiap
waktu. Menit-menit awal si biasa saja, namun bisa dipastikan setelah lewat dari
menit ke-5, CPU usage akan mencapai 100% dan diikuti suara dan gambar
putus-putus. Dari sana saya mulai curiga, bahwa ini bukan urusan jaringan.
Apalagi didukung fakta bahwa dari sinyal WIFI yang sama, koneksi dan streaming
di ponsel saya baik-baik saja. Mulailah saya bergerilya di Task Manager untuk
mencari sumber CPU usage yang melambung tinggi. Sayangnya kebanyakan dari high CPU
usage adalah svc host dari system yang hanya developer Windows dan Tuhan saja
yang tahu gunanya.
Berpindahlah saya dari task
manager ke Program management. Logikanya, jika ada pemakaian processor dalam
jumlah yang significant, pasti bisa dipastikan dari salah satu program yang
saya install. Jujur saya tipe orang yang kalau menginstall suatu aplikasi tidak
banyak berfikir. Selama memory computer belum protes maka hajar saja. Urusan apakan
aplikasi itu saya akan sering pakai atau hanya sekali itu saja, itu urusan
belakangan. Celakanya, dari senarai program tadi saya baru sadar bahwa ada
banyak sekali program yang terinstall yang bahkan saya tidak tahu gunanya untuk
apa. Celakanya lagi, program yang saya tidak tahu gunanya tadi, ada puluhan. Mau
berapa lama saya uninstall aplikasi-aplikasi itu?
Maka sampailah saya pada satu
keputusan destruktif. Mengapa saya tidak format harddisk dan install ulang
Windows saja? As simple as that dan terhapuslah semua aplikasi tidak jelas itu.
Untuk semua data-data personal saya, toh ada portable harddisk yang selama ini underuse?
Jadilah saya malam itu mengopi semua file dari My Document ke Queenerva’s
Agent, portable harddisk saya. Satu masalah selesai.
Masalah lain muncul. Bagaimana
cara format dan reinstall Windows ya? Saya adalah product mahasiswa Indonesia
tahun awal 2000an di mana yang namanya install ulang OS adalah menggunakan booting
disket 3.5” atau bootable CD installer Windows. Bajakan pula. Nah sekarang
dengan kenyataan bahwa, *ehm* Windows 7 Home Premium di laptop saya itu original
bawaan laptop tanpa CD installer, tanpa serial key, maka how we gonna do this? Silakan
tertawa dan bilang saya kampungan plus gaptek. Wong memang kenyataannya seperti
itu. Ayolah, bahkan untuk lulusan Ilmu Komputer, saya tidak perlu mengikuti
setiap perkembangan cara install ulang OS apalagi install ulang OS setiap hari kan?
Untungnya meskipun saya gaptek,
otak saya ga cethek-cethek amat lah. Setidaknya saya ada sedikit rasa penasaran
dengan Recovery Partition di laptop. Logis lah jika saya berfikir bahwa para
engineer HP tidak segitu isengnya membuat Recovery Partition hanya untuk
senang-senang. Maka dengan sedikit bertanya-tanya pada teman baik saya yang
jago segala hal, Om Google, terjawab sudah pertanyaan saya. *kecup-kecup mesra
Google*
Jadi, untuk install ulang dalam
kasus saya di mana operating system masih bisa diakses dan berfungsi dengan benar
meskipun tidak dalam kondisi baik adalah melalui Recovery Manager. Atau bisa
juga dilakukan jika OS dalam kondisi baik dan benar. Trus ngapain install
ulang? Yah siapa tahu sedang iseng mengisi waktu luang barang sejam dua jam? *digebukin
orang seinternet setanah air*
OK, fokus. Reinstall OS atau kalau dalam istilah sekarang restore PC to
factory image ternyata tidak lagi seriweh dan serempong jaman jahiliyah ketika
masih menjadi mahasiswa. Ya iya lah kali ya, orang bandingannya jaman dulu
pakai bajakan (yak terus aja dibahas Na). So, singkat kata, inilah yang saya
lakukan. Eh ya, sebelumnya note bahwa ini Windows 7 recovery dan untuk HP
laptop.
- 1. Buka Recovery Manager Program. Dari Start menu, ketik Recovery di kotak search. Setelah pilihan program muncul, pilih Recovery Manager.Atau bisa juga dari Start à All Program à Recovery Manager à Recovery Manager.
- 2. Setelah aplikasi Recovery Manager muncul, pilih System Recovery seperti berikut.
- 3. Jangan kaget, karena setelah itu machine akan restart dan membuka kembali layar Recovery Manager.
- 4. Pilih kembali System Recovery. Yah, jaman sekarang bukan cuma cewek, laptop juga butuh kepastian jadi nanyanya tidak cukup sekali. Setelah itu, klik Next.
- 5. Kalau tidak salah layar setelah itu, akan ada pertanyaan apakah kita akan menggunakan Microsoft Restore Program? Just select No, and continue with Next. Nah, jadi mikir kan, bedanya apa? Antara Restore program punya Microsoft dengan HP Recovery Program? Jangan tanya saya, kan saya ga mungkin mencoba dua-duanya dan membuat table perbandingan.
- 6. Kemudian, akan muncul layar pilihan apakah kita akan ingin membackup data-data di laptop? Catatan in advance, recovery system ini akan memformat ulang atau mendelete semua data di C:/ directory. Jadi kalau semua document penting ada di directory/partisi lain, skip saja bagian ini. Apalagi kalau semua data penting ada di directory lain plus sudah dibackup di awal, bagian ini jelas-jelas silakan dilewatkan saja (it’s very obvious so kaga usah dibahas Nyet).
- 7. Setelah selesai membackup atau memutuskan untuk tidak membackup, pastikan semua device tidak terhubung dengan laptop, kecuali mouse, monitor, dan keyboard (mari semua pasang tampang lempeng. Iya ngerti, tapi bisa jadi kasusnya bukan di laptop.)
- 8. After last Next, what we can do is laid back and relax. Jangan lupa berdoa semoga langkah berikutnya bukan ke service center karena laptop tiba-tiba berasap.
That’s it. That’s all. Dan viola! Dalam waktu kurang
dari sejam performance laptop balik lagi seperti baru.
Dan jadilah saya berfikir, bukankah
akan sangat menyenangkan jika mereset hidup semudah mereset operating system
jaman sekarang. Kita bisa memilih untuk menyimpan kenangan mana yang akan kita
simpan. Sedangkan kenangan-kenangan yang buruk biarkan saja agar terformat dari
memory. Kita juga bisa mereset semua masalah dan melenyapkannya dalam hitungan
menit. Yah, kalau saja mereset hidup bisa semudah itu. Tapi kalau saja semudah
itu dan kita diberi pilihan untuk mereset hidup kita, menghapus memory yang
tidak kita inginkan di masa lalu, apakah kita mau melakukannya? Setelah
dipikir-pikir, lagi rasanya saya tidak mau. Karena buat saya, sepahit apapun
kenangan, sesuram apapun masa yang telah kita lewati, masa lalu lah yang telah
membentuk kita seperti apa adanya kita sekarang.
So,
alih-alih berusaha mereset hidup dan menghapus semua kenangan, berdamailah saja
dengan masa lalu. Toh kenyataannya, hidup kita tidak pernah lengkap tanpanya. C'est la vie, Dear.